Diposkan pada Books Review

Review Buku: Catatan Juang, Catatan Motivasi Berbalut Novel Fiksi

Saya setuju, ketika tokoh utama dalam buku ini menyebut ‘buku catatan’ bersampul merah yang ditemukannya secara acak disebut sebagai ‘Obat Kuat’. Ketika seseorang membaca sampul belakangnya, mungkin sebagian berpikiran ini hanya novel fiksi biasa, dengan cerita ‘klise’? Tapi, tunggu dulu.

(foto: koleksi pribadi penulis)
  • Judul Buku: Catatan Juang
  • Penulis: Fiersa Besari
  • Penyunting Akhir: Agus Wahadyo
  • Desainer Cover: Budi Setiawan
  • Lettering: @deanurrizikir
  • Penata Letak: Didit Sasoni
  • Diterbitkan pertama kali oleh: mediakata


Jangan tertipu dengan kata-kata Fiersa Besari yang dikenal puitis dan pemilihan diksinya yang menghanyutkan yang sudah terlihat pada sampul ataupun awal babnya. Buku Catatan Juang bukan sekadar itu. Bagi saya, buku ini seperti buku motivasi yang menjelma di balik sebuah novel fiksi.

Bisa juga sebagai buku yang akan mengenalkanmu dengan berbagai pemahaman umum mengenai berbagai isu hingga membuka matamu pada berbagai hal bermakna yang selama ini mungkin belum sepenuhnya kamu lihat secara utuh.

Jangan takut menjadi dirimu sendiri, jangan takut menjadi jujur. Berkaryalah sesukamu. Orang lain suka atau tidak, itu urusan mereka,

catatan juang – fiersa besari

Singkat cerita, Catatan Juang bercerita tentang tokoh bernama Kasuarina atau Suar. Secara tak sengaja, ia menemukan buku catatan bersampul merah diangkutan umum, berjudul ‘Catatan Juang’. Berawal dari keinginan mengembalikan buku dan mencoba mencari alamat atau nama pemiliknya. Hingga berbuah rasa penasaran setelah tersihir dengan catatan demi catatan yang dibacanya dibuku ini.

Bagaimana Suar akhirnya justru menemukan semacam ‘pencerahan’ di tengah hidupnya yang tengah kalut dan membuatnya merasa kecil dan masalah keterpurukan lainnya. Buku bersampul merah bernama ‘Catatan Juang’ ini nantinya menjadi penuntun baginya menemukan berbagai makna kehidupan yang mungkin sebelumnya masih belum terlihat dengan jelas oleh mata dan hatinya.


Berbagai persoalan lalu dibahas di buku. Dari yang terkesan sepele hingga seberat membahas sejarah Indonesia (eits jangan panik dahulu, bahasanya tidak seberat kedengarannya kok) dan ada juga romansa tipis-tipis yang realistis.

(foto: koleksi pribadi penulis)

Berawal dari persoalan dileme hidup mengenai haruskah sebuah mimpi digenggam dan dikejar atau dilepas dan kembali pada realitas? Lalu, persoalan di kehiduoan sehari-hari, tentang bagaimana media sosial kini menjadi bagian hidup dari kebanyakan masyarakat yang tak bisa dipisahkan.

Hingga isu soal bagaimana sebuah karya seharusnya di ‘hargai’. Misalnya, saat menyinggung fenomena penulis berbasis ketenaran di internet menjadi lebih banyak dilirik dan sasaran yag dicari penerbit saat ini.

Zaman boleh instan, diri kita tidak boleh instan. Karena, pada akhirnya, seseorang yang tidak mencapai sesuatu dengan instan, akan selalu tahu caranya bangkit kembali saat dijatuhkan,

catatan juang – fiersa besari

Masalah-masalah yg sedikit berat seperti pertanyaan seputar ‘apa yg sudah kita lakukan untuk bermanfaat bagi bangsa atau setidaknya untuk orang2 di sekitar kita? ‘ hingga hal yang paling sederhana dan lagi trends, tetapi nyentil. Plus menjelma kata-kata ajaib yang layaknya obat.

(foto: koleksi pribadi penulis)


Salah satu catatan menariknya adalah kala ada pembahasan berjudul ‘Idola’. Yang pada intinya, tanpa berniat menyinggung siapapun dan justru menjadi cermin diri kala seseorang sedang diliputi ketenaran juga batas penyadar antara ‘halu’ dan ‘realitas’ 😆 (ralat, mungkin sebenarnya lagi nyindir diri sendiri juga?😅 😂)

Ketika seseorang dijadikan idola, maka penggemar secara tak langsung berpikir dia sosok yang sempurna. Tanpa celah, dipuja-puja, dan dielu-elukkan. Menurutnya ini konsep yang rentan.

Karena, lihat, ketika seorang idola melakukan kesalahan kecil barang sekali, penggemar langsung kecewa, berpikir sang idola tak lagi seperti yang diharapkannya, lalu banyak mendapat komentar jahat dan ditinggalkan.

Padahal, nyatanya Yang Maha Sempurna hanya Sang Pencipta, Allah Swt. Idola? Hanya manusia biasa
Tak aneh ternyata, jika mengingat kata ‘idol’ persamaan bahasa Inggrisnya adalah berhala? Memang bisa se-mengerikan itu konsepnya.

Karena, percaya atau tidak, disadari atau tidak, ada bagian dari diri seseorang ketika menggemari tokoh, bisa menganggap idola mereka bak seorang dewa. Makannya, Fiersa menyarankan konsep tersebut baiknya diperbaikki. Misalnya, diganti dengan ‘guru dan murid’ jadi, ketika ada kesalahan, keduanya bisa saling belajar dan mengingatkan.


By the way, memang lumayan terlambat saya membaca buku yang terbit pada tahun 2017 lalu ini. Namun, pernah membaca buku best seller Fiersa ini jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.

Jika kamu salah satu pengikut pelantun lagu Celengan Rindu ini di medsosnya dan suka dengan cuitan-cuitan Bung Fiersa yang selalu ‘ngena’. Apalagi kalau ada yang lagi ingin lari dari kenyataan, coba pikir-pikir dahulu. Mingkin, kamu harus coba jadi salah satu pembaca buku ini!😉

Karya yang baik itu bukan sekadar dipuji, tetapi dikaji. Garis batas itulah yang membedakan ‘Bintang’ dan ‘Legenda’,“.

Catatan juang – fiersa besari

Tinggalkan komentar