Diposkan pada Personal Thought

Berdamai dengan Tahapan Setelah Keluar dari Zona Nyaman, Memang Ada?

Mengenal makna ‘keluar dari zona nyaman’ dengan lebih jauh

Kamu pasti sudah cukup sering mendengar istilah zona nyaman bukan? Iya, secara sederhana istilah ini diartikan sebagai zona akrab, zona dimana segala sesuatu yang ada di dalamnya sudah terasa familiar, aman, dan paling penting nyaman untuk ditinggali. Di sisi lain, kamu juga pasti sudah cukup sering mendengar, bahwa terus berada di dalam zona nyaman itu juga disebut kurang baik untuk kemajuan hidup.

Kalimat-kalimat klise yang sering kali berbicara soal, kamu yang mungkin tidak akan tahu betapa hebatnya kamu, jika tidak keluar dari zona nyaman. To be honest, i’m also one of them, jadi dahulu aku pernah memiliki moto “You’ll never know, how brightnest you are, if you just stay on your comfort zone.” Tanpa benar-benar paham betul apa itu makna dari ‘keluar dari zona nyaman’ yang sesungguhnya.

Apa saja medan yang akan dihadapi, tantangan sebesar apa yang akan menanti, hingga apa saja tahapan-tahapan yang harus dilalui, sampai akhirnya benar-benar lolos dan ada di titik bahwa “Oh, ternyata dengan keluar dari zona nyaman, diriku bisa bertumbuh menjadi lebih baik, seperti sekarang.” Intinya, saat itu aku yang ada di tahun 2017, belum paham jika keluar dari zona nyaman tidaklah semudah seperti ucapannya saja.

Alasan keluar dari zona nyaman

Apa versi keluar dari zona nyaman terbesar yang pernah kamu lalui? Kalau aku, adalah keputusanku untuk merantau ke Ibukot ketika perjalanan karirku sudah berada di tengah-tengah. Kantor lamaku pernah menjadi bagian dari do’a yang terkabul dengan indah saat aku untaikan ketika aku  di-PHK dari kantor pertamaku. Punya teman-teman yang menyenangkan, benefit lebih baik, dan paling penting aku saat itu berdoa untuk mendapatkan kantor dengan lingkungan religius sehingga bisa terus termotivasi jadi hamba Allah yang taat. 

Tetapi, hidup ada kalanya penuh teka-teki. Apa yang membuat kita merasa nyaman, tidak selamanya selalu menjadi yang paling kita butuhkan. Terlebih, saat kita mulai meragukan kemampuan diri sendiri. Seperti kata Brianna Wiest dalam bukunya yang berjudul The Mountain is You, “We are not held back in life because we are incapable of making change. We are held back because we don’t feel like making change, so we don’t.”

Terdengar pahit, tetapi itulah kenyataannya. Zona nyaman itu, bisa lagi tidak terasa senyaman sebelumnya, karena kamu mungkin merasa sudah tidak lagi punya kemampuan untuk mengubahnya menjadi lebih baik atau ketika kamu merasa sudah pernah mengusahakan yang terbaik, tetapi ternyata masih belum. Ketika berada di posisi ini, menurutmu lebih baik bertahan atau mencoba keluar menemukan zona baru? Sebenarnya memang seharus itukah keluar dari zona nyaman? Atau memangnya salah ya, merasa sudah cukup dengan berada di zona nyaman terus?

Tahapan setelah keluar dari zona nyaman

Kenyataannya,  dari zona nyaman kemudian bertemu dengan zona yang sangat asing, ternyata tidak semudah seperti hanya menginjakan kaki ke tempat baru dan selesai. Ada tahap menantang pertama yang harus seseorang lewati. Tahap ini disebut dengan fear zone.

Di sini kamu akan bergumul dengan yang namanya perasaan tidak tenang, khawatir, hingga menyesal. Tak jarang, situasi ini juga berakibat pada keinginan untuk kembali ke zona nyaman. Pada tahap ini yang semua orang harus pahami termasuk diriku sendiri itu adalah takut merupakan hal yang wajar. Akan aneh rasanya jika kita bisa beradaptasi dengan sangat mudah ketika memulai suasana hidup yang baru.

Hanya saja, ada mindset yang perlu diperangi saat berada di tahap ini. Yakni, daripada fokus terhadap rasa takut itu saja, sebaiknya juga mulai mencari tahu apa saja penyebab kamu merasa takut dan mulai uraikan satu per satu. Kita harus sama-sama belajar untuk lebih melihat pada solusi yang harus dilakukan terhadap permasalahan tersebut, daripada fokus pada masalahnya. Hanya dengan begitu seseorang bisa berpikir lebih jernih dalam mempertahankan apa yang sudah dicapai sejauh ini dan kembali fokus pada tujuan utamanya, memilih kenapa berakhir di luar zona nyaman.

Saat kamu sudah lebih bisa mengonfirmasi dan menerima fear zone, kamu akan beranjak ke tahap selanjutnya, yakni learning zone, hingga akhirnya sampai di growth zone. Jadi, we can actually train ourselves to prefer behavior that are good for us. This is how we restructure our comfort zones. We begin to crave what we repeatedly do, but the first few times we do it, we often feel uncomfortable. Untuk segera terlepas dari situasi ini di antaranya dengan menepis berbagai keraguan dalam diri saat akan memulainya, sehingga kita bisa lebih menjalani hidup berdasarkan logika bukan emosi atau perasaan.

Kesimpulan

Menurutku, memilih untuk terus berada di zona nyaman itu bukanlah suatu kesalahan. Apalagi, jika justru dengan berada di tempat yang sudah nyaman bagimu itu justru membuat kamu lebih bebas berekspresi dan mengenali diri. Di sisi lain, keluar dari zona nyaman untuk melihat lebih jauh potensi diri kamu, juga bukan kesalahan. Keluar dari zona nyaman memberi kamu kesempatan bertemu peluang baru yang lebih baik. Belajar bertahan, menambah ilmu pengetahuan baru, keinginan kamu sebenarnya, hingga apa yang paling berharga dalam hidupmu.

PS: Semangat! Apapun pilihan hidup yang kamu pilih, jangan lupa untuk mengikuti kata hati. Semua orang pernah jatuh, tetapi tidak semua orang bisa bangkit lagi! 😊